Kode Etik Pegawai Imigrasi

Dasar hukum :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS
  3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-02.KP.05.02 Tahun 2010 Tentang Kode Etik Pegawai Imigrasi.
  4. Kepetusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-06.KP.05.02 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Majelis Kode Etik Pusat Direktorat Jenderal Imigrasi.
  5. Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-294.KP.05.02 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Sekretariat Majelis Kode Etik Pusat Direktorat Jenderal Imigrasi

Tujuan Kode Etik

  1. Meningkatkan disiplin Pegawai Imigrasi
  2. Menjalin terpeliharanya tata tertib
  3. Menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim yang kondusif
  4. Menciptakan dan memelihara kondisi kerja serta perilaku yang profesional, dan
  5. Meningkatkan citra dan kinerja Pegawai Imigrasi

Etika Pegawai Imigrasi

  1. Setiap Pegawai Imigrasi dalam melaksanakan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam beragama, bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, dan terhadap diri sendiri serta sesama Pegawai Imigrasi
  2. Setiap Pegawai Imigrasi wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan etika

Dinas imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas. Tenaga-tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.

Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.

Walaupun terus berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di berbagai daerah), namun struktur organisasi dinas imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau keluar negeri pada saat itu. Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang; (b) bidang kependudukan orang asing; dan (c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, peraturan pemerintah yang digunakan adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).

Video Profile

Profil Kantor